Solusi konsumsi BBM berlebih, ya go electric (angkot go electric)

Ngresik i sawang...

Ceritanya setelah denger lagi berita BBM naik, terus kepikiran "BBM naik, rame, terus orang-orang rame-rame turun oktan (beli yang lebih rendah) atau muncul jualan alat penghemat BBM yang setelah di uji cuma dikit banget ngiritnya, enggak sampe 10%". Nah berlandaskan pemikiran tersebut, akhirnya pikiran ini mikir kemana-mana, dan menyimpulkan, kalo harga BBM mau turun, ya konsumsi BBM harus diturunkan biar produksi BBM kita sebanding sama konsumsi, jadi kita enggak perlu pake harga luar negeri klo produksi dalam negeri cukup untuk konsumsi dalam negeri. Gimana caranya? Ya go green salah satunya, dengan mengefisiensi energi yang digunakan, salah satunya migrasi dari mesin BBM ke mesin listrik untuk kendaraan bermotor.

Mungkin ada yang bilang kalo go electric mah cuma mindahin konsumsi BBM dari kendaraan umum ke pembangkit listrik, tapi kan pembangkitan listrik bisa dari energi terbarukan macam angin, air terjun, panas bumi, atau matahari. Nah, bebanya kemudian dari PLN atau penghasil energi listrik lain agar bisa menghasilkan energi listrik selain dari bahan bakar minyak ataupun yang berbasis karbon lainya.

Pertanyaan yang muncul di kepala pertama adalah, apa yang bisa dikendalikan negara selain mengurangi penggunaan BBM, juga memberikan manfaat bagi penggunanya yang beralih ke energi listrik? Singkatnya disimpulkan kalau penggantian angkot berbahan bakar karbon ke listrik akan meningkatkan ekonomi pengemudi sekaligus mengurangi konsumsi karbon. Makanya angkot lah yang jadi sasaran pertama kalau memang pemerintah benar-benar mau mendorong pertumbuhan kendaraan listrik.

Manfaat Bagi Pengemudi Angkot?

Hemat Biaya Perjalanan

Manfaat yang pertama adalah biaya bahan bakar lebih rendah dibanding kendaraan dengan BBM. Untuk membuktikan mari kita hitung dengan berandai-andai dengan data kendaraan listrik yang sudah ada. Untuk patokan, akan dipakai Nissan Leaf dengan menambahkan beban efisiensi, jadi kita akan menghitung lebih boros dari konsumsi energi Nissan Leaf.

Nissan Leaf dengan harga di eropa sekitar 30 ribu euro, atau sekitar 350jt-an rupiah (OTR Eropa). Nah klo misal pajak dan biaya antar dimasukin ke harga, mungkin kali ya 400jt-an :D

Daya simpan energi baterai Nissan Leaf adalah sekitar 24kWh, dan menurut pengujian baterai ini dapat digunakan untuk menempuh jarak 135 km. Artinya energi 1 kwh dapat digunakan untuk menempuh jarak 5,625 km. Nah, 1 liter bensin itu berisi energi sekitar 9 kwh (lupa tepatnya). Artinya kalao dikonversi ke km/l Nissan leaf ini efisiensinya ada di 50,625 km/l WOW, ternyata irit (baru ngitung sambil nulis).

Tapi masalahnya kan harga listrik enggak sebanding sama energi yang tersimpan. Dari sisi efisiensi energi, tentu lebih efisiensi, gimana dengan biaya? Waktu tulisan ini dibuat, PLN terakhir kali melakukan tariff adjustment itu untuk bulan April-Juni 2018 yaitu Rp. 1.467,28 per kWh untuk golongan rumah tangga (sama semua dari 1.300 sampai 200.000 watt) tapi paling tinggi tarif khusus sebesar Rp. 1.644,52/kWh. Kita ambil harga paling mahalnya ya di Rp. 1.644,52.

Efisiensi Nissan Leaf di atas itu berdasarkan uji menggunakan metode tertentu, di lapangan bisa aja lebih boros, makanya kita pake angka yang lebih rendah efisiensinya di 40 km/l, ya atau setara dengan 4,4 km/kWh. Sementara untuk angkot dengan BBM kita hitung saja 15 km/l ya, ini sudah sangat hemat sekali dan sepertinya dengan stop n go dan ngetem enggak mungkin dapet 15 km/l. Nah, sekarang kita hitung biaya untuk menempuh 100 km dengan asumsi 1 kali jalan angkot akan menempuh 25 km, bolak-balik jadi 50, artinya ada 2 kali bolak balik.

Untuk menempuh 100 km dengan 15km/l membutuhkan 6,7 liter BBM, atau setera dengan biaya 6,7x6550 (ga tau jadi 7ribu atau tetepa segini sih), jadi Rp. 43.885. Sementara untuk angkot listrik membutuhkan 22,7 kwh atau setara dengan Rp. 37.330,6. Sedikit lebih hemat, tapi kan premium jarang, kalo kita hitung pake pertalite angkatnya tentu berubah donk jadi Rp. 52.260,-

Angkanya bukan cuma selisih segitu lho, itu karena dihitung 15 km/l, padahal kalo angkot itu ngetem-nya lama banget dan jalan pun pasti stop and go buat naik turun penumpang. Dan stop and go sama ngetem ini, mesin listrik jauh lebih superior iritnya.


Hemat Biaya Perawatan

Mesin listrik enggak perlu perawatan, paling banter air radiator sama air wiper aja yang harus di cek, sama kampas dan kaki-kaki. Enggak perlu servis mesin, yang penting baterai jangan sampai kosong, itu aja. Part yang bergerak dari mesin listrik yang jauh lebih sedikit memungkinkan mesin listrik ini nyaris maintenance free. Kalaupun ada ya enggak butuh waktu lama dan part yang diganti atau yang diperiksa jauh lebih sedikit. Kerusakan pun lebih mudah dilacak menggunakan perangkat lunak jika dibandingkan dengan mesin BBM. Tidak perlu ganti oli mesin, tidak perlu setel klep, apa lagi memperhatikan timing belt, karena semuanya itu enggak ada di mesin listrik.

Dengan torsi melimpah sejak 1 RPM, memungkinkan mesin tidak menggunakan gear atau transmisi sebanyak mesin BBM. Artinya perawatan transmisi tidak besar dan lama dibanding dengan mesin BBM.

Bagaimana Mulainya?

Bikin Angkotnya

Ya iyalah, bikin dulu, kalo enggak bikin kan enggak bisa jalan juga rencananya. Kira-kirar berapa harganya ya? Untuk angkot dengan mesin bakar internal sekitar 80-120jt per unit. Nah, klo bikin mobil listrik dengan biaya segitu kira-kira dapet spek gimana ya?

Angkot Listrik katanya dikembangkan ITB. link: Tempo.co

Tesla powerwall dengan 13 kwh daya baterai berharga $ 6.000 atau setara dengan Rp. 91.128.000,- Kalau kita hitung per kwh, berarti 1 kwh baterai senilai dengan Rp. 7.010.000,- Kalau ingin menggunakan baterai 10 kwh, berarti perlu 70 juta-an untuk baterai dan preangkat pengendalinya, belum termasuk mesin listriknya.

Motor listrik yang diperlukan kira-kira sekitar 25 kw atau sekitar 35 hp. Kenapa hanya 35 hp? Karena memang tidak perlu tinggi-tinggi. Biasanya kan angkot paling meraung cuma sampe 3000 RPM, artinya tidak seluruh power mesin digunakan, tapi kebanyakan mengkonversi torsi pada RPM yang lebih tinggi untuk berakselerasi. Nah, karena mesin listrik torsinya sudah besar sejak awal, tentunya enggak perlu donk tenaga sebesar itu. Torsi yang diperlukan sekitar 100-an, jadi cukup lah kalo pakai mesin listrik segini. Harga mesin ini kira-kira 15jt an.

Nah, tinggal sasis deh, kira-kira berapa ya? Mungkin bisa lah kalo harganya sekitar 120jt-an. Dengan spesifikasi di atas, diharapkan jarak tempuhnya sekitar 40-50 km, yang artinya setiap satu kali perjalanan, pengemudi angkot harus mengisi daya lagi. Dan tentunya ga masalah donk klo isi daya-nya sambil ngetem. Ini setara 5kwh per 1 kali perjalanan, atau sekitar Rp. 8.222,- setiap 1 kali perjalanan. Wah, kalo satu perjalanan ada dua penumpang aja udah balik modal donk :D

Infrastruktur di bikin

Nah, pemerintah harus nentuin nih, di Indonesia harus pake charger dengan steker dan stopkontak apa. CHAdeMO, SAE J1772 (CCS), atau yang lainya, jadi paling enggak yang mau bikin mobil listrik ini udah nyiapin stopkontak di mobilnya mau kaya apa.

Stopkontak CHAdeMO kiri dan SAE J1772 kanan pada kendaraan Nissan Leaf


Enggak usah repot-repot nentuin tempat pengisian daya, kalo misal salah satu trayek mau di elektrifikasi, ya tinggal di tempat ngetemnya aja dikasih charger. Enggak usah gede-gede juga, kan kapasitas baterai mobilnya kecil, ya charger-nya yang 25 kw (atau bisa juga lebih kecil), jadi dengan teknologi terkini baterai bisa diisi dengan 15 menit dari 0 sampai 80% dan 45 sampai 100%.

Tempat pengisian CHAdeMO di SPBU Shell di Jerman. Sumber: autoblog.com

Kalo proyek ini dimulai, lama-lama juga kan banyak charger-nya makin gampang juga pemilik kendaraan pribadi dengan mesin listrik ikutan ngecharge di sini, kan.

Masalah perawatan infrastruktur, gampang, serahin aja ke swasta. Jadi pemerintah membangunkan, operatornya swasta, jadi swasta enggak perlu bikin, pemerintah yang bikin, tapi mereka yang merawat dan ngasih tarif. Jadi mereka untung, terus sambil nyicil balikin ke pemerintah itu (jadi jatohnya pinjaman ya :D)

Dengan makin banyak angkot pake listrik, makin banyak juga infrastrukturnya. Banyak infrastruktur makin banyak yang pengen pake mobil listrik. Makin banyak yang pake, tinggal tingkatin generator dengan energi terbarukan, go green lah kita.

Oh iya, ini juga bisa ngurangin kemacetan, gimana kalo jakarta ada zero carbon hour, kendaraan yang boleh lewat cuma yang ga ngeluarin karbon. Pasti lancar.

Kalo udah gini, motor-motor juga bisa mulai migrasi dari bensin ke listrik, kalo udah banyak fast charging station-nya. Untuk motor, misal pake CHAdeMO, bisa isi 30 menit 80% kok. Bisa ditinggal ngopi dulu :D

Komentar

Postingan Populer